Pasang iklan

Sunday, December 11, 2011

Gerak Abar Usulkan Aceh Bentuk Qanun Transparans Publik

Meulaboh | Alumni Andil - Aktivis Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) mengusulkan Pemerintah Aceh segera membentuk qanun tentang transparansi dan keterbukaan publik untuk menekan tingginya korupsi yang semakin meningkat di wilayah itu.
Koordinator GeRAK Kabupaten Aceh Barat Muliyadi di Meulaboh Jumat mengatakan, pembentukan qanun tersebut menindak lanjut Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
“Kalau memang pemerintah Aceh enggan menjalankan UUD nomor 14 tahun 2008, seharusnya ada qanun yang mengatur tentang informasi publik, sehingga tidak terkesan pejabat korup bersembunyi di belakang layar,” harapnya pada momentum peringatan Hari Anti Korupsi se-dunia.
Ia menegaskan, dari hasil audit GeRAK, kasus tindak pidana korupsi di Aceh setiap tahun semakin meningkat dan semakin sulit untuk ditekan, karena masih lemahnya peranan lembaga hukum di wilayah itu.
Ia menjelaskan, dari data, ditemukan dalam kurun waktu tahun 2011 tercatat ada 106 kasus dugaan tindak pidana korupsi di Provinsi Aceh yang terkuak ke publik dengan kerugian total Rp1,7 triliun dan belum ada satupun kasus yang diselesaikan.
Muliyadi menambahkan, contoh terkecil disebutkan untuk Aceh Barat, sejumlah pejabat yang sudah menjalani pemeriksaan atas dugaan tindak pidana korupsi sejak tahun 2006, sampai saat ini masih ditetapkan sebagai tersangka dan masih aktif memiliki jabatan tinggi di wilayah itu.
“Cukup banyak kasus dugaan korupsi yang telah sampai ke ranah hukum, namun inplementasi untuk mengusut tuntas sampai saat ini baru dua kasus, itupun karena jumlahnya sedikit dan dilakukan oleh kalangan lemah,” tegasnya.
Lebih lanjut dikatakan, sampai tahun 2011 untuk Aceh Barat terpantau oleh GeRAK masih ada ditemukan indikasi korupsi di kalangan pejabat pemerintahan, namun belum dapat dipublikasikan sebelum mendapat data yang defenitif.
Katanya, dugaan penyimpangan keuangan daerah mempengaruhi pembangunan, terlebih dari setiap pengajuan pengesahan APBK terlihat hampir rata-rata belanja publik hanya dialokai 27 persen, dan 73 persen untuk belanja pejabat.
Menurutnya, pembentukan qanun daerah tentang transparansi publik merupakan satu-satunya alternatif untuk menekan tindak pidana korupsi, sehingga peluang melakukan pelanggaran hukum itu semakin dapat ditekan.
“Andaikata implementasi keduanya menurut pemerintah daerah tidak digerakkan, sampai kapanpun korupsi tidak dapat ditekan, apalagi menghilangkan, bisa saja posisi Aceh nomor dua daerah terkorup di Indonesia,” imbuhnya.
Kata Muliyadi, peran serta masyarakat dalam hal itu juga sangat dibutuhkan seperti melaporkan setiap pengerjaan proyek pembangunan di wilayah masing-masing apabila terlihat tidak seperti diharapkan.
Karena menurut dia, hanya itu yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk mempertahankan hak-haknya agar tidak dimakan oleh pejabat yang tidak bermoral agama dan hukum NKRI di Aceh.
Selebih itu, peran dari pemerintah pusat ke depan diminta lebih tegas dalam menginstruksikan implementasi undang-undang yang sudah disahkan, sehingga setiap daerah mendapat pengontrolan mengakomodir uang rakyat.
“Pemerintah pusat, kita harapkan dapat benar memantau implementasi UU di daerah, karena sebuah daerah bisa saja mencari celah agar tidak terlihat curang, contohnya seperti pelaksanaan
UU nomor 14 tahun 2008 itu,” pungkasnya. | ANT
Share on :

0 comments:

Post a Comment